SELEKSI KEPINTARAN TIDAK MENJAMIN

27 Mei 2022

Oleh: Prof. Dr. Elfindri, SE, MA

Director Sustainable Development Goals (SDG's) Center  of Universitas Andalas

Vol. 01/A/V/2022

Memang sejak dulu dunia pendidikan kita sudah terjebak. Terjebak pada ukuran kualifikasi kognitif. Ini dijadikan standar untuk penerimaan siswa dan mahasiswa.

Tapi standar yang ingin dicapaipun dibentuk dengan proses penerimaan yang kompleks, berulang dan banyak skims. Demi mencari pemasukan di institusi pendidikan.

Sistem British tidak demikian. Di Australia, anak yang berbakat kognitif akan ketahuan di kelas 2 SMA. Mereka cukup mendaftar, dan departmen pendidikan membaginya ke seluruh PT yang ada. Bagi yg tidak berbakat, maka masuk ke Tafe colleage, sejenis pemenuhan keterampilan "psikomotorik".

Terang saja jika standarnya tinggi, maka akan kumpul siswa dan mahasiwa yang kognitif tinggi. Apakah mereka pintar karena institusi?

Jelas tidak. Institusi dan dosen tidak banyak memberikan nilai tambah. Apalagi tipologi mahasiswa pintar biasa tidakpun diajar akan pintar sendiri.

Sementara tugas institusi adalah memenuhi tambahan capaian kognitif. Toh pada akhir ini kognitif saja tidak cukup. Seperti yang dilansir dalam laporan World Economic Forum (2021).

Sewaktu kami mengelola seminar internasional "international confrence for education and social sciences" INTCESS yang bermarkas di Turkey, 2014-2018, salah satu artikel dari Findlandia mempresentasikan hasil riset. Sample 24 anak Findland yang memiliki nilai maksimum A, justru kehilangan karakter. Karena mereka tidak mendapatkan sesuatu value dalam proses pendidikan.

Anak pintar sering ditemukan tidak mahfum, kurang arif, kurang sensitif dengan lingkungan, dan apalagi sering mau menang sendiri.

Karakter mereka ketika di pasar kerja sering seperti batu loncat, civic education mereka lemah, dan biasa yang menjadi ukuran keberhasilan adalah materi (upah dan overan jabatan), nilai spritual tidak selalu sejalan dengan pencapaian kognitif.

Sikap tidak mau tau, benar sendiri, dan lemah dalam organizational skills, membuat mereka tersisih dan justru tidak berkembang. Sampai sampai buku yang ditulis "why the C grade Student pay for A grade?. Mengisahkan kebanyakan mahasiswa yang kelas tidak pintar sering berhasil dan membayar rekannya sebagai pekerja yang dulu adalah pintar.

Oleh karenanya Unand sebaiknya memantapkan sisi kognitif dan karakter dengan seimbang. Unsur yang ke dua ini lagi booming menjadi prioritas khususnya semenjak 10 tahun terakhir.

Dalam sebuah artikel tentang soft skills, unsur yang sangat diperlukan bagi alumni adalah kemampuan untuk mengeksekusi bersama ide hebat, dan mampu mewujudkannya untuk kepentingan publik. Dia bekerja dengan spritualitas yang tinggi dan konsisten.

Menghasilkan anak anak yang emosional baik sangat perlu dari orang tua yang berkarakter baik, juga lingkungan, serta di dunia pendidikan tinggi.

Oleh karenanya mengajarkan apa saja "expected learning outcomes" ELOs" mesti terintegrasi dengan mata pelajaran. Ini dibagi dan dicicil semenjak awal kelas sampai selesai pembelajaran.

Disamping juga diperlukan interaksi nyata antara ketokohan sebagai pedoman bagi generasi selanjutnya.

 

 

Read 535 times

Jurnal Link

AKREDITASI DAN SERTIFIKASI

AKREDITASI DARI PERKUMPULAN LEMBAGA AKREDITASI MANDIRI EKONOMI MANAJEMEN BISNIS DAN AKUNTANSI (LAMEMBA)

 

ACCREDITATION FROM FOUNDATION FOR INTERNATIONAL BUSINESS ADMINISTRATION ACCREDITATION (2022-2027):

 

BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI (BAN-PT) (2021)



CERTIFICATION FROM ASEAN UNIVERSITY NETWORK-QUALITY ASSURANCE (AUN-QA):